Mengapa Menpora Ngotot Tetap Membekukan PSSI - Cara Media Terkini - Padahal PTUN telah memutuskan mencabut Keputusan Menpora yang membekukan PSSI, kini MA menguatkan keputusan itu.
Tapi mengapa Menpora Ngotot pada keputusannya, dan bertekad untuk mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap keputusan MA tersebut?
Ada apa dengan Menpora?
Apakah beliau tidak ingin melihat persepakbolaan di Indonesia ini maju?
Apa yang ia permasalahkan dengan PSSI?
Ingin seperti apa menurut konsep dia sepakbola di Indonesia ini sehingga ia ngotot membekukan PSSI?
Politik apa yang sedang ia mainkan untuk sepak bola ini?
Ada siapa di belakang dia sehingga ia ngotot membekukan PSSI?
Apa maunya Menpora ini sehingga putusan MA pun tidak dia hormati?
Dan berbagai pertanyaan lainnya, yang intinya keheranan dan ketidakmengertian terhadap sikap Menpora tersebut.
Apapun tindakan dia terhadap PSSI, selama PSSI dianggap dicampuri oleh Pemerintah, maka sanksi FIFA untuk PSSI tidak akan dicabut sampai kapan pun.
Tindakan yang bijaksana dari Menpora seharusnya dia menghormati keputusan MA dan membiarkan PSSI berjalan secara independent supaya bisa memajukan persepakbolaan di Indonesia, sehingga FIFA bisa mencabut sanksinya.
Mengapa Menpora Ngotot Tetap Membekukan PSSI
Apabila niat Menpora untuk mengajukan PK terhadap putusan MA benar-benar bukan rumor, seharusnya Presiden segera menegurnya. Tak ada keuntungan dari pembekuan PSSI itu buat siapapun di negeri ini. Justru kerugian yang nyata yang kita dapat.
Pemerintah jangan beralasan mentang-mentang PSSI mendapat anggaran dari negara, memakai pasilitas dari negara, kemudian merasa berhak mengintervensi PSSI. Negara yang baik adalah yang menyediakan semuanya untuk keperluan warga negaranya, tanpa harus merasa berhak untuk merampas kembali pasilitas itu.
Ke PSSI saja beraninya. Ke lembaga-lembaga yang lain yang juga mendapat anggaran dan pasilitas dari negara, seperti DPR, MA, kan mereka enggak berani. Artinya, alasan karena PSSI mendapat pasilitas dari negara, dan pemerintah merasa berhak intervensi, adalah alasan yang dibuat-buat.
Yang terbaik sekarang adalah semua pihak taat dan tunduk pada putusan MA. Apapun yang dilakukan pemerintah pada PSSI, FIFA akan menilai sebagai bentuk intervensi, dan sanksi buat Indonesia dari FIFA bisa terus berlanjut.
PSSI sendiri tidak harus jumawa dengan keputusan MA ini. Panitia Ad-Hoc yang bertugas membenahi PSSI justru harus membangun PSSI yang kuat, yang punya mental satria, legowo, membenahi segala kekurangan. Cerita tentang konflik pengurus PSSI, tentang dualisme kepengurusan PSSI, tidak boleh lagi terjadi.
PSSI harus lebih dewasa dan membawa persepakbolaan Indonesia lebih maju dan kompetitif di ranah Internasional. Mereka harus tahu etika berorganisasi yang demokratis. Perbedaan pendapat bukan untuk berpecah belah. Ketidaksetujuan bukan berarti jadi alasan yang tepat untuk saling menyalahkan. [Sepak Bola]
Pemerintah jangan beralasan mentang-mentang PSSI mendapat anggaran dari negara, memakai pasilitas dari negara, kemudian merasa berhak mengintervensi PSSI. Negara yang baik adalah yang menyediakan semuanya untuk keperluan warga negaranya, tanpa harus merasa berhak untuk merampas kembali pasilitas itu.
Ke PSSI saja beraninya. Ke lembaga-lembaga yang lain yang juga mendapat anggaran dan pasilitas dari negara, seperti DPR, MA, kan mereka enggak berani. Artinya, alasan karena PSSI mendapat pasilitas dari negara, dan pemerintah merasa berhak intervensi, adalah alasan yang dibuat-buat.
Yang terbaik sekarang adalah semua pihak taat dan tunduk pada putusan MA. Apapun yang dilakukan pemerintah pada PSSI, FIFA akan menilai sebagai bentuk intervensi, dan sanksi buat Indonesia dari FIFA bisa terus berlanjut.
PSSI sendiri tidak harus jumawa dengan keputusan MA ini. Panitia Ad-Hoc yang bertugas membenahi PSSI justru harus membangun PSSI yang kuat, yang punya mental satria, legowo, membenahi segala kekurangan. Cerita tentang konflik pengurus PSSI, tentang dualisme kepengurusan PSSI, tidak boleh lagi terjadi.
PSSI harus lebih dewasa dan membawa persepakbolaan Indonesia lebih maju dan kompetitif di ranah Internasional. Mereka harus tahu etika berorganisasi yang demokratis. Perbedaan pendapat bukan untuk berpecah belah. Ketidaksetujuan bukan berarti jadi alasan yang tepat untuk saling menyalahkan. [Sepak Bola]
No comments:
Post a Comment